SosPol
Pancasila, Dasar Moral Pembangunan Nasional
Ilustrasi, shutterstock.com |
Isu dan fakta
ketidakadilan dan ketidaksejahteraan masih saja terus bergema di tengah akselerasi
gerakan pembangunan nasional. Gerakan pembangunan nasional selama ini seakan
belum melahirkan keadilan dan kesejahteraan bangsa.
Bahkan ada golongan
rakyat yang merasa didiskriminasi dalam berbagai kebijakan pembangunan. Karena
itu, tidak heran jika banyak pihak, terkhusus Organisasi Masyarakat (ormas)
resisten terhadap berbagai kebijakkan pembangunan nasional.
Kebijakkan
pembangunan yang menuai kontroversi sekarang adalah perihal isu lingkungan, yakni rencana penghapusan
syarat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dalam pengurusan perizinan
investasi. Selain itu, pada tingkat
daerah, isu pengembangan pariwisata super
premium di Labuan Bajo, Manggarai Barat, yang ditakutkan mendiskreditkan
wisatawan (asing dan domestik).
Bukan hanya perihal
kebijakan yang kontroversial, praktik dan hasil dari aksi pembangunan nasional juga
terkadang meresahkan. Korupsi, kolusi, dan nepotisme sepertinya masih terus
mewarnai berbagai praktik pembangunan. Konsekunesinya, ada pembangunan yang
mangkrak dan hasilnya tidak memuaskan.
Memang diakui, bahwa
pemerintah terus berusaha untuk membangun bangsa dengan berbagai terobosan dan
kebijakkan pembangunan. Namun, kebijakkan pembangunan itu tetap berdasar pada koridor
moral bangsa. Dari mana sumber moralitas bangsa itu?
Memahami
Arti Moral
Secara etimologis,
term “moral” merupakan turunan dari kata bahasa Latin, mores yang artinya “mengenai kesusilaan.” Moral dalam bahasa
Indonesia dijabarkan sebagai “ajaran tentang baik buruk yang secara umum;
akhlak; mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, dan
disiplin.”
Demikian juga term padanannya dalam kata bahasa Inggris, moral dipahami sebagai principles of right and wrong behavior;
based on one’s sense of what is right and just, not on legal rigths and
obligations.
Dari uraian terminologis tersebut, moral mengandung nilai dan norma dasar
untuk menilai tingkah laku dan sikap manusia. Norma moral menjadi penuntun atau
pengarah tentang apa yang pantas dan tidak pantas diekspresikan. Ia berkaitan langsung
dengan praksis hidup manusia.
Ajaran moral mengandung daya imperatif yang mendorong manusia untuk mempraktikan
atau mengelak suatu tindakan.
Bertalian dengan kebijkan pembangunan, moral berarti sebuah arahan yang
mendesak aktor pembangunan (pemerintah) untuk mengeluarkan dan merealisasikan kebijakan
pembangunan sesuai dengan nilai-nilai demokratis. Artinya, aspirasi rakyat
mesti dipertimbangkan, sekaligus dampak kesejahteraan dari kebijakan itu mesti
diprioritaskan.
Pancasila,
Dasar Moralitas Pembangunan Nasional
Soekarno, sebagaimana dikutip Yudi Latif, menjelaskan bahwa selain sebagai
dasar statis negara Indonesia, Pancasila juga menjadi bintang penuntun (leistar) yang dinamis, yang mangarahkan bangsa
Indonesia dalam mencapai tujuannya.
Term dinamis bukan bermaksud tanpa konsistensi. Moralitas Pancasila
selalu terkoneksi dengan realitas dan konteks zaman. Pancasila mengarahkan supaya
kebijakan dan pergerakkan pembangunan tidak mengangkangi nilai-nilai dasar atau
identitas bangsa tetapi tetap berpegang dan menjaga identitasnya.
Sebagai dasar moral pembangunan nasional, prinsip-prinsip Pancasila
menjadi dasar penuntun atau pengarah setiap kebijakan pembangunan.
Pancasila merupakan moralitas warisan budaya bangsa. Disebut warisan budaya
bangsa karena Pancasila terkonstruksi dari berbagai pandangan moral yang lahir dari
berbagai tradisi dan agama di Indoensia. Karena itu, logis dan rasional jika
Pancasila tidak hanya diakui oleh sebagian golongan masyarakat, tetapi oleh semua
golongan.
Dalam konteks ini, Pancasila serentak menjadi penuntun dan pendoman moral
bagi tigkah laku individu dan tingkah laku kolektif masyarakat Indoensia.
Sebagai pedoman moral individu, Pancasila menjadi pedoman dan pengarah sikap
dan tingkah laku manusia (pemimpin dan rakyat) dalam hubungan dengan Tuhannya,
dalam hubungan dengan sesama, dalam hubungan dengan tanah air, bangsa dan
negara, dalam hubungan dengan kekuasaan dan pemerintahan negara, dan dalam relasi
dengan negara sebagai kesatuan sosial dalam rangka realisasi kesejahteraan umum
dan keadilan sosial.
Nilai-nilai ini sudah hidup dalam tradisi masyarakat Indoensia jauh sebelum
terbentuknya Pancasila. Sebagai pedoman moral, Pancasila menjiwai keperibadian rakyat
Indonesia secara individu.
Sebagai pedoman kolektif atau pedoman kehidupan bangsa, Pancasila melalui
sila pertama mengarahkan negara untuk berlaku adil bagi semua golongan, dan
menghadirkan situasi yang kondusif bagi kehidupan keagamaan rakyat.
Melalui sila kedua, Pancasila mengarahkan negara untuk menghargai manusia
sebagai manusia. Segala kebijakan terkhusus kebijakan pembangunan memperhatikan
dan mempertimbangkan nilai kemanusiaan.
Negara diarahkan untuk membangun bangsa secara adil dan beradab.
Perlakuan yang adil dan beradab memungkinkan terwujudnya sila ketiga, persatuan
Indonesia. Secara eksplisit, sila ketiga menuntun negara untuk berlaku adil bagi
semua rakyat dan golongan demi terwujudnya persatuan.
Pelayanan negara yang adil dan beradab dimungkinkan jika negara tidak berada
dalam kontrol otoriterianisme. Pengarahan sikap negara untuk tidak otoriter dan
sewenang-wenang tertera jelas pada sila keempat, yakni kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Rakyat dipimpin dengan jiwa bijaksana dan spirit musyawarah (demokrasi).
Rakyat tidak diposisikan sebagai objek pembangunan semata, tetapi juga sebagai subyek
pembangunan.
Sementara sila keadilan sosial mengarahkan sikap negara untuk tunduk pada
kepentingan umum (common interest)
demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat.
Pancasila sebagai
basis moralitas pembangunan bukan bermaksud sebagai panduan operasional pembangunan,
tetapi sebagai penuntun dan pengarah bagi negara dalam membuat dan mengimplementasikan
kebijakan pembangunan.
Bagi Moertopo,
Pancasila sebenarnya memberi dasar dan sekaligus menjadi pedoman, pegangan dan
arah pembangunan nasional.
Itu berarti,
Pancasila menjadi rujukan moral pembangunan. Pergerakan pembangunan nasional mesti
dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Negara mesti tunduk pada nilai-nilai moral
Pancasila itu. Ia wajib mengamalkan dan memajukkan pengamalannya, dan tidak boleh
melanggarnya. Pembangunan yang tidak berdasar pada moral Pancasila berpotensi melahirkan
disintegrasi bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Crowther, Jonathan, ed. Oxford-Advanced
Learner’s Dictionary. Fifth Edition. London: Oxford University Press, 1995.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta:
PT. Delta Pamungkas, 2004.
Dipoyudo, Kirdi. Membangun Atas Dasar Pancasila. Jakarta: Centre for Strategic and
International Studies, 1990.
Latif, Yudi. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila.
Jakarta: Gramedia, 2012.
Moertopo, Ali. Strategi Pembangunan Nasional. Jakarta:
Centre For Strategic and International Studies, 1982.
Rudi Haryatno
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment