Ads Right Header

Eksistensi Manusia dalam Novel "Origin" Dan Brown


(Dari mana Asal Kita? Ke mana Kita Akan Pergi?)
Novel Origin Karya Dan Brown, (foto, yrh).
Tulisan ini bertolak dari substasi novel Dan Brown, yang berjudul Origin. Keseluruhan narasi yang termuat di dalamnya terkonstruksi dari dua pertanyaan problematis sekaligus eksistensial Edmund Kirch, tokoh sentral dalam Novel ini, yakni “dari mana asal kita? dan, ke mana kita akan pergi?”

Dua pertanyaan ini terjawab dengan begitu mengagumkan dalam novel ini. Keduanya sekaligus merupakan sumber pergulatan yang dinarasikan secara menarik dan menggetarkan oleh Dan Brown. Petualangan dan pergulatan para aktor yang terlibat di dalam novel Best Seller ini bermuara pada upaya mempublikasikan jawaban dari dua pertanyaan itu.

Dari mana Asal Kita?  

Ada beberapa jawaban yang dikenal publik dunia atas pertanyaan ini. Secara religius, diyakini bahwa “segala sesuatu, termasuk manusia merupakan ciptaan Allah”. Manusia merupakan “ada” yang diadakan oleh “Ada” yang tak bisa diakan lagi.

Tak ada pertentangan antar-kepercayaan religius perihal iman “asal manusia” ini. Semuanya bersatu iman, bahwa manusia diciptakan oleh Allah.

Sedangkan secara ilmiah, pertanyaan ini dijawab dengan teori abiogenesis dan biogenesis.

Teori abiogenisis mewartakan bahwa kehidupan bersumber dari benda mati. Misalnya katak atau ikan berasal dari lumpur. Penganut teori ini adalah Aristoteles dan diikuti oleh Antony an Leuwenhoek, seorang ilmuwan asal Belanda. Antony, melalui mikroskopnya menemukan bahwa makhluk renik berasal dari jerami yang direndam.

Sementara, teori biogenisis mengemukakan bahwa kehidupan atau makhluk hidup berasal dari makhluk hidup lain. Penggagas teori ini adalah Francesco Redid, Lazzaro Spallanzani, dan Louis Pasteur.

Kemudian muncul teori evolusi Carles Darwin, yang berkeyakinan bahwa organisme selalu berubah dari waktu ke waktu sebagai akibat dari perubahan sifat fisik. Perkembangan organisme merupakan hasil seleksi alam.

Pernyataan paling populer dari teori evolusi Darwin adalah keyakinan bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari kera. Manusia seakan menjadi puncak evolusi.

Kemudian, dalam Origin, Dan Brown melalui tokoh Edmund Kirsch mempublikasikan satu teori ilmiah baru perihal asal mula manusia.

Edmund, yang digambarkan Dan Brown sebagai seorang ateis dan ilmuwan komputer yakin bahwa penemuannya akan menggemparkan dunia, serentak pula menggoyahkan fondasi iman agama-agama dunia.

Dalam temuannya, hasil observasi kolaborasi antara ilmu biologi dan teknologi komputer, dia menyakini bahwa kehidupan itu berasal dari zat-zat yang terpecah-pecah (entropi). Zat-zat yang terpecah itu menyerap energi yang memungkinkan kehidupan organisme-organisme. Manusia merupakan hasil evolusi organisme-organisme awal itu. Di sini, Brown mengafirmasi teori evolusi Darwin.

Dia pun menyimpulkan, “kenyataannya – kita berasal dari ketiadaan … dan dari mana-mana. Kita berasal dari hukum fisika sama yang menciptakan kehidupan di seluruh kosmos. Kita tidak istimewa. Kita ada dengan atau tanpa Tuhan. Kita adalah hasil tak terelekkan dari entropi. Kehidupan bukan inti dari  alam semesta. Kehidupan adalah sekadar apa yang semesta ciptakan dan perbanyak demi menyebarkan energi”, (p. 446)

Dan Brown melalui tokoh Edmond, tidak menegaskan secara mutlak dan pasti bahwa manusia berasal dari ketiadaan atau dari hukum alam. Buktinya, dari penjelasannya dia mengatakan “kita ada dengan atau tanpa Tuhan”. Pernyataan itu semacam sebuah pengakuan implisit Edmond akan keberadaan Tuhan di balik munculnya kehidupan.

Namun, satu hal pasti yang menggoyahkan iman dalam penemuan Edmond ini adalah perihal eksistensi manusia. Jika dalam agama-agama manusia diposisikan sebagai ciptaan Tuhan yang termulia dan sempurna. 

Sementara, dalam penemuan ilmiah Edmond, manusia tidak mempunyai kedudukan istimewa dalam kosmos. Manusia seperti ciptaan lain yang muncul begitu saja bersama makhluk-makhluk hidup lain.

Ke mana Kita Akan Pergi?

Keistimewaan manusia (homo sapiens) hanya terletak pada kemampuan untuk bertahan hidup. Homo sapiens merupakan salah satu jenis spesies yang mampu bertahan hidup dan mudah beradaptasi, jika dibandingkan dengan binatang-binatang raksasa, seperti dinosaurus.

Ada masa di mana binatang-binatang raksasa seperti dinosaurus mendominasi kosmos. Tetapi semenjak homo sapiens bisa menciptakan panah dan busur, manusia mendominasi kosmos. Karena itu, Edmond mengatakan, “tidak mengherankan, pada tahun 2000, akhir dari grafik ini, manusia digambarkan sebagai spesies yang paling bertahan diplanet ini. Tidak ada satu pun spesies yang menyamai kita”, (p. 453).

Namun, dalam perkembangan selanjutnya, sepies homo sapiens akan mengalami kepunahan. “Teman-temanku,” kata Edmond, “spesies kita berada di ambang kepunahan. Seumur hidup aku membuat prediksi, dan pada kasus ini, aku mengalisis data-data pada setiap tingkatan. Aku dapat mengatakan dengan yakin bahwa bangsa manusia yang kita kenal sekarang ini tidak akan ada lagi lima puluh tahun kemudian”, (p. 455).

Baginya akan ada spesies baru yang melenyapkan kita, atau lebih tepatnya menyerap kita. Dan spesies itu dinamakannya Technium, yakni semua yang mencakup jenis teknologi.

Spesies itu berkembang secara cepat setiap hari tanpa kita sadari. Manusia akan bergantug sepenuhnya pada teknologi. Internet misalnya, telah berhasil membantu pengembangan pendidikan kita. Teknologi robot berhasil mengurangi beban tugas manusia. Kemudian teknologi lain telah berhasil memperdekat jarak antara manusia. Arus komunikasi berjalan lancar tanpa sekat.

Dan Brown menegaskan, “spesies-spesies baru teknologi dilahirkan setiap hari, berevolusi dengan sangat cepat. Dan setiap teknologi baru  menjadi perangkat untuk menciptakan teknologi-teknologi baru.”

Perkembangan teknologi sekarang hampir terjadi setiap hari. Ciptaan-ciptaan baru selalu lahir setiap tahun, dan manusia seakan terus memburu ciptaan baru itu. Ketidakmampuan untuk mendatangkan teknologi baru itu berakibat pada keterlemparan dari public space. Dalam konteks ini, kita tidak sadar sedang dipermainkan oleh spesies ciptaan manusia sendiri.

Dan Brown melihat arah futristik manusia bukan kematian, bukan surga, tetapi lebih terfokus pada eksistensi manusia yang akan diserap atau dikuasai oleh teknologi. Segala macam bentuk teknologi akan menguasai kehidupan manusia. Kita manusia, akan ada saatnya dikendalikan oleh spesies technium  itu.  

Eksistensi Manusia

Dalam Origin, manusia dilihat sebagai “ada” yang bereksistensi sederajat dengan makhluk lain. Manusia tidak mempunyai kedudukan istimewa sebagaimana diwartakan agama-agama. Manusia, seperti juga makhluk-makhluk lain adalah hasil gerakkan alam semesta. Tak ada yang istimewa. Hanya, manusia mempunyai kreativitas untuk mempertahankan hidup.

Apakah Dan Brown merendahkan manusia dalam konteks ini? Tentu tidak.

Hemat penulis, ini adalah cara Dan Brown mengadvokasi umat manusia untuk mejaga keutuhan ciptaan. Bahwasannya, manusia dan ciptaan lain mempunyai relasi saling ketergantungan yang mesti dipelihara untuk menunjang kehidupan di bumi. Kesederajatan manusia dan ciptaan lain dalam kisah awal kehidupan ala Dan Brown merupakan cara pewartaan sinisme bagi manusia untuk juga menghormati dan menjaga serta melestarikan ciptaan lain.

Jika manusia terus mengeksplorasi alam untuk kepentingannya, maka bukan tidak mungkin ramalan Brown akan terbukti, bahwa manusia akan punah. Atau seperti bahasa Adorno dan Horkheimer “penguasaan atas alam menghasilkan teknologi yang justru menguasai menusia”.  

Kepunahan manusia yang dimaksud tentu bukan kepunahan fisik, tetapi bisa saja kepunahan orientasi hidup. Artinya, manusia menggunakan teknologi tanpa orientasi yang jelas untuk kehidupan masa depannya. Ia menggunakan teknologi hanya untuk memuaskan hasrat semata.

Ini kita bisa lihat dalam fenomena “siaran langsung dalam facebook” misalnya. Dalam siaran langsung itu, kita melihat banyak orang yang menayangkan hal privat atau aktivitas yang tidak penting untuk dipublikasikan. Misalnya,menayangkan siaran langsuang saat makan bersama keluaraga, saat make up, atau setelah mandi. Untung tidak ada siaran langsung saat diranjang atau saat mandi.  

Banyak hal lain yang menggambarkan eksistensi manusia berada dalam kendali teknologi. Ada yang bermain game sampai larut malam. Dan demi keasyikkan bermain game,orang rela menepi dari kebersamaan atau dari dunia sosial.

Nah, pada titik ini eksistensi manusia benar-benar terancam. Tentu sebagai makhluk ber-rasio, kita tidak ingin dikendalikan, atau secara kasar, tidak ingin dibodohi oleh teknologi. Karena itu, agar kita tidak lenyap diserap spesies Technium, maka penting untuk memanfaatkan teknologi sebagaimana mestinya untuk tujuan futuristik.


Rudi Haryatno,
Alumnus STFK Ledalero.
 

 
Previous article
Next article

Leave Comments

Post a Comment

Ads Atas Artikel

Ads Tengah Artikel 1

Ads Tengah Artikel 2

Ads Bawah Artikel