SosPol
Ironisme Kota Labuan Bajo sebagai Kota Pariwisata
Gambar, pixabay.com |
Labuan Bajo, sebuah kota kecil di ujung Barat Pulau Flores,
kini menjadi sorotan dunia. Kecantikan alamiah alamnya, dan keistimewaannya
memiliki Komodo berhasil memikat para pelancong.
Kota Labuan Bajo, Ibu Kota Kabupaten Manggarai Barat itu serentak
mendunia pada tahun 2013, setelah Varanus Komodo masuk dalam list Tujuh Keajaiban Dunia. Semenjak
itu, Labuan bajo menjadi locus tujuan
wisata dunia. Wisatawan asing dan domestik ramai-ramai mengunjungi Labuan Bajo,
demi mengamati secara langsung kehidupan hewan langkah Komodo.
Komodo sepertinya berjasa bagi pembangunan di Labuan Bajo. Sebagaimana
diwartakan dalam kompas.com, 15 Januari 2020, pendapatan daerah Kabupaten
Manggarai Barat terus meningkat hingga sekarang berkat keunikan atau keajaiban
Komodo. Setiap tahun para wisatawan yang mengunjungi Pulau Komodo terus
meningkat.
Popularitas Varanus Komodo ini juga meneteskan “madu”
kesejahteraan secara langsung bagi rakyat Manggarai Barat. Semisal, masyarakat
mempunyai pasaran dalam menjajahkan kreativitas tradisional mereka, seperti
kain tenun, perhiasan-perhiasan tradisonal, masakan lokal, dan sebagainya.
Bukan hanya itu, Komodo serentak juga menyingkap beberapa
wilayah atau tempat tujuan wisata paling menggemaskan di Labuan Bajo dan
sekitarnya. Pesona gugusan-gugusan bukit dan lembah, kecantikan air terjun-air
terjun tampak begitu memesona para wisatawan. Kecantikan Labuan Bajo tak lagi
tersebunyi.
Atas dasar kontribusi positif eksistensi Komodo ini, Gubernur
NTT, Victor Laiskodat pernah nekat menetapkan kebijakkan untuk merelokasi warga
dari Pulau Komodo guna melestarikan kehidupan binatang langkah tersebut. Namun,
asa Gubernur berkepala plontos itu pupus, karena suara resiten mengalir deras dari
berbagai pihak, terkhusus dari warga Pulau Komodo yang mempunyai relasi
historis dengan reptil raksasa itu.
Labuan Bajo sebenarnya tidak hanya memiliki Komodo, sebagai
harta yang memikat para pelancong. Tetapi juga banyak view yang menganggumkan. Sebut saja, wisata laut, pantai, bukit,
gua, dan air terjun. Semuanya memancarkan kecantikan alami-natural. Seiring
tersingkapnya banyak view natural
yang tersebar di ujung Barat bumi Congka Sae
itu, berbagai bisnis perhotelan dan vila pun bermunculan.
Kini, Labuan Bajo menjadi kota pariwisata yang ditatap
dunia. Eksistensinya sebagai kota pariwisata semakin mantap setelah Jokowi
memprioritaskan pengembangan dan pembangunan pariwisata di kota kecil itu.
Jokowi sungguh serius membangun dan mengembangkan Pariwisata
di Labuan Bajo. Presiden dua periode ini, bahkan sudah dua kali mengunjungi
Labuan Bajo, yakni pada 10 – 11 Juli 2019 dan 19 – 21 Januari 2020. Dan kunjungan itu bermaksud untuk memantau
secara langsung gerak pembangunan pariwisata Labuan Bajo.
Isu paling gemas sekarang adalah pemerintah mendesak agar
pariwisata Labuan Bajo dikemas menjadi pariwisata super premium. Artinya, wisatawan yang ingin menikmati keajaiban
dan kecantikan Komodo dan pulau sekitarnya adalah wisatawan kelas elite. Miliuner.
Bukan wisatawan kaleng-kaleng.
Kebijakan menetapkan pariwisata super premium serentak menegaskan bahwa kecantikan Labuan Bajo tak
tertandingi. Untuk menikmati kecantikan langkah Labuan Bajo itu mesti dibayar
mahal.
Kecantikan Labuan Bajo memang sungguh mengagumkan dan tak
tertandingi. Namun, di balik kecantikannya itu terselip ironisme yang mesti
segera diatasi secara serius.
Apa ironisnya? Tampang kota Labuan bajo sebagai kota
pariwisata sangat tidak elok.
Jalur dalam kota Labuan Bajo terlihat kotor tak terawat, Minggu (29/12/2019) |
Kota Labuan Bajo belum tertata rapi. Masih ada jalan dalam
kota yang berlubang. Di jalan di Kampung Ujung misalnya. Selanjutnya, jasa-jasa
transportasi – entah pribadi atau untuk direntalkan – diparkirkan di sebagian
badan jalan. Sebagian badan jalan seakan dijadikan garasi kendaraan. Ini terpampang
jelas di sepanjang jalur dalam kota Labuan Bajo.
Selain itu, sampah-sampah berserakkan. Ini terlihat jelas di
Kampung Ujung, tempat kuliner malam hari yang menggunakan badan jalan itu.
Akibatnya, setiap orang yang melewati jalur itu menghirup udara tak sedap .
Kondisi jalan di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Minggu (29/12/2019) |
Fakta ironis ini disaksikan langsung oleh penulis pada Minggu
29 Desember 2019. Penulis melintas dan menyaksikan fakta itu sekitar pukul
09.00 WIT. Namun, penulis kurang tahu kondisi kota Labuan Bajo menjelang dan
sesudah kunjungan kedua Presiden Jokowi. Bersih pastinya.
Fakta ironisme tersebut di atas mesti ditanggapi serius oleh
Pemerintah Daerah. Pemerintah seyogianya tegas dalam menata kota Labuan Bajo
sebagai kota pariwisata. Mengingatkan para pemiilik jasa kendaraan di dalam kota
untuk menertibkan kendaraannya. Ditegaskan untuk tidak menjadikan sebagian
badan jalan di jalur kota sebagai garasi kendaraan. Bila perlu penegasan ini
dituangkan dalam PERDA.
Labuan Bajo sebenarnya merupakan bagian teras/muka dari rumah besar pariwisata Manggarai Barat. Karena itu, pemerintah jangan hanya mempercantik infrastruktur menuju jalur wisata, tetapi juga dalam kotanya.
Bagaimana kesan tamu - para wisatawan jika melihat tampilan depan rumah besar kota pariwisata itu yang romol dan seperti tak tertata?
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment